Kelayakan Pendapatan Penghidupan Petani Kakao di Sulawesi Tengah

Kelayakan Pendapatan Penghidupan Petani Kakao di Sulawesi Tengah

Palu, 05 April 2023—Untuk memperkuat dasar penentuan kegiatan intervensi yang efektif terhadap penghidupan petani, CSP melaksanakan studi kelayakan pendapatan penghidupan petani kakao rakyat. Studi ini adalah wujud kerja sama antara CSP dengan Swisscontact, Rikolto Indonesia, GIZ Indonesia, PISAgro, Social Accountability International (SAI), dan the Anker Research Institute (ARI).

Kegiatan pengumpulan data dilakukan di beberapa wilayah di Sulawesi Tengah dengan mempertimbangkan tingkat produksi kakao. Selain itu, studi ini juga mengkaji peranan anggota keluarga, seperti suami atau istri dan anak, dalam kegiatan perkebunan kakao, termasuk tata kelola keuangan, pengambilan keputusan, dan pembagian beban kerja.

Sebagai bentuk distribusi hasil dan rekomendasi dari kegiatan ini, CSP dengan dukungan GIZ Indonesia, Swisscontact, dan Rikolto Indonesia, melaksanakan lokakarya kelayakan dan kesetaraan pendapatan penghidupan petani kakao rakyat di Sulawesi Tengah di Palu, 05 April 2023.

Lokakarya yang dihadiri oleh perwakilan para pemangku kepentingan di sektor kakao di wilayah ini, termasuk anggota CSP dan pemerintah nasional dan daerah, mengundang Azfar Khan dari Anker Research Institute, dan Nina Bellini Motovska dan Yuca Waarts dari Universitas Wageningen Belanda. 

Dalam presentasinya, Azfar Khan menyampaikan bahwa studi ini telah menghitung besaran pendapatan petani di Sulawesi Tengah sebesar Rp. 5.589.044 untuk bisa dikatakan bahwa mereka bisa hidup dengan layak. Sedangkan Nina Bellini Motovska dan Yuca Waarts yang meneliti pendapatan aktual di beberapa wilayah di Indonesia menyampaikan bahwa salah satu temuan dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa rumah tangga yang memiliki lahan kurang dari hektar cenderung lebih rentan. Dan keadaan rumah tangga seperti ini akan mengalami lebih banyak hambatan dalam memenuhi standar pendapatan penghidupan yang layak. Persamaan yang kami lihat selama ini adalah bahwa sebagian besar rumah tangga yang kami wawancarai, utamanya di Sulawesi Barat, menggantungkan kehidupannya pada tanaman kakao secara khusus, dan perbedaan yang muncul adalah hanya persoalan luas lahan kebun yang beragam. Ada sekitar 5% dari total responden yang memiliki lahan dengan luas dua hektar atau lebih. Sisanya adalah petani dengan luas lahan kurang dari dua hektar, bahkan sebagian besar petani di Sulawesi Barat rata-rata mengolah lahan seluas satu hektar, atau sekitar 1,03 hektar.